Minggu, 25 September 2011

menghitung parameter fisis bintang

Penentuan terhadap parameter fisik bintang, diantaranya diameter, suhu, hingga kerapatan, jelas berbeda dengan perhitungan serupa pada benda-benda di bumi. Berhubung jaraknya yang sangat jauh dan tak terjangkau secara fisik, perlu metodologi khusus untuk melakukan pengukuran semacam ini.
Untuk mengukur diameter bintang biasa digunakan beberapa cara. Dari kecerlangan dan jarak bintang, kita bisa menghitung luminositasnya(L), sementara dari observasi terhadap kecerlangan pada panjang gelombang yang berbeda, kita bisa menghitung temperaturnya (T). Karena radiasi dari banyak bintang dapat diperkirakan dengan cukup akurat melalui spektrum benda-hitam Planck, besaran yang diperoleh dapat dihubungkan melalui persamaan:
L = 4πR2σT4
Dari sini, kita memperoleh cara untuk menghitung R, radius (jari-jari) bintang. Dalam persamaan diatas, σ adalah konstanta Stefan yang nilainya 5,67 × 10-5 erg/cm2deg4sec. (Radius R disini merujuk pada fotosfer bintang, daerah dimana bintang secara efektif terlihat bulat melalui pengamatan dari luar.) Diameter sudut bintang dapat dihitung melalui efek interferensi. Alternatif lainnya, kita bisa mengamati intensitas cahaya bintang saat ditutupi oleh Bulan, yang menghasilkan difraksi di bagian pinggir dengan pola yang bergantung kepada diameter sudut bintang. Diameter sudut bintang sebesar beberapa milidetik-busur dapat diukur, namun sejauh ini terbatas pada bintang-bintang yang relatif cemerlang dan dekat.
Banyak bintang yang membentuk sistem bintang ganda, dimana dua buah bintang secara berpasangan mengorbit suatu pusat massa bersama. Periode (P) dari sistem bintang ganda berhubungan dengan massa dari kedua bintang (m1 + m2), dan sumbu orbital semimayor a melalui hukum ketiga kepler:
P2=4Ï€2a3/G[m1 + m2]
Dimana G adalah konstanta gravitasi universal. Dari diameter dan massa, nilai rata-rata kerapatan (densitas) bintang dapat dihitung, dan kemudian kita juga bisa mengukur tekanan dan temperatur di pusat bintang. Sebagai contoh, Matahari kita memiliki kerapatan di pusatnya sebesar 158 g/cm3, tekanan diperhitungkan mencapai 1.000.000.000 atmosfir, dengan suhu mencapai 15.000.000 K. Dalam suhu setinggi ini, semua atom akan terionisasi, dan dengan demikian interior matahari terdiri dari plasma dan gas yang terionisasi, dengan inti atom hidrogen dan helium serta elektron sebagai penyusun utamanya. Sekelompok kecil inti hidrogen bergerak dengan kecepatan sedemikian tinggi hingga ketika bertumbukan, terjadi tolakan elektrostatik yang menyebabkan fusi (penggabungan) inti helium dan diikuti oleh pelepasan energi. Sebagian energi dihantarkan oleh neutrino, namun sebagian besar dihantarkan oleh foton ke permukaan matahari. Proses inilah yang memungkinkan Matahari memancarkan sinarnya.
Bintang lainnya, baik yang lebih maupun kurang masif dibandingkan Matahari, memiliki struktur yang kurang lebih sama, namun dalam hal ukuran, tekanan dan temperatur di pusat, dan kecepatan reaksi fusi, semuanya bergantung pada massa dan komposisi bintang bersangkutan. Bintang dan reaksi fusi didalamnya (dan luminositas resultannya) tetap dalam keadaan stabil dan terhindar dari keruntuhan karena adanya keseimbangan antara tekanan ke arah dalam yang dihasilkan oleh tarikan gravitasi dan tekanan ke arah luar yang dipicu oleh foton hasil dari reaksi fusi.
Bintang yang berada dalam keadaan keseimbangan hidrostatik semacam ini disebut sebagai bintang tahapan utama (main-sequence). Dengan memanfaatkan diagram Hertzprung-Russel(H-R), kita bisa menghitung temperatur bintang berdasarkan magnitudodan spektrumnya. Pengukuran terhadap magnitudo tampak pada pita spektral B dan V (antara 4350 dan 5550 angstrom [Ã…]) memungkinkan kita menghitung indeks warna (colour index), CI = mB – mV, dimana dari sana kita bisa menghitung suhu pada bintang.
Untuk suhu yang diberikan, ada bintang yang memiliki luminositas lebih besar dari bintang tahapan utama. Besar nilai R2T4bergantung pada luminositasnya, makin besar luminositas, berarti radiusnya juga lebih besar. Bintang yang radiusnya lebih besar dari bintang-bintang tahapan utama kita golongkan sebagai bintang raksasa atau super-raksasa. Sebaliknya, bintang yang radiusnya lebih kecil kita masukkan kedalam golongan bintang kerdil. Bintang kerdil putih misalnya, memiliki rentang suhu berkisar 10.000 hingga 12.000 K dan secara visual terlihat berwana putih kebiruan.
Klasifikasi spektral didasarkan pada indeks warna. Seperti sudah pernah kita pelajari disini, bintang-bintang dikelompokkan menjadi kelas-kelas spektral O, B, A, F, G, K, dan M, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 10 subdivisi (bagian). Kekuatan garis-garis spektrum pada sebuah bintang menunjukkan kelimpahan elemen di atmosfer bintang bersangkutan. Dari sini, masing-masing subdivisi untuk tiap bintang ditentukan. Matahari, misalnya, adalah bintang tahapan utama, yang dikelompokkan sebagai bintang tipe G2 V (V menunjukkan bintang tahapan utama), sementara Betelgeuseyang merupakan sebuah bintang super-raksasa merah, dengan suhu di permukaan sekitar setengah kali Matahari namun dengan luminositas sekitar 10.000 kalinya, dikelompokkan sebagai M2 Iab.
ACHENAR
Terletak sejauh 144 tahun cahayadari Matahari, bintang yang satu ini menandai ujung selatan rasi Eridanus (“sungai”). Achernar, nama bintang ini berasal dari bahasa arab “Al Akhir al Nahr” yang artinya “muara sungai”. Achernar adalah bintang paling cemerlang nomor sembilan di langit malam. Posisi bintang ini sekitar 32 derajat dari kutub selatan dan karenanya tidak terlalu dikenal oleh mereka yang tinggal di belahan utara katulistiwa.
Achernar adalah bintang biru-putih yang sedang berada dalam tahapan utamanya. Berdasarkan kelas spektral dan luminositasnya, bintang ini digolongkan dalam kelas B3 Vpe. Sebelumnya, Achernar sempat diklasifikasikan secemerlang bintang sub-raksasa. Massanya berkisar pada 6 hingga 8 kali massa Matahari, dengan diameter 14,4 (± 0,4; polar) hingga 24,0 (± 0,8; ekuatorial) kali diameter matahari. Luminositas visualnya setara dengan 1.070 kali matahari dengan luminositas bolometrik (bergantung pada perkiraan radiasi ultraviolet yang dipancarkan) setidaknya 2.900 hingga 5.400 kalinya.
Bintang yang berotasi dengan sangat cepat ini tergolong bintang yang masih sangat muda. Usianya tidak lebih dari beberapa ratus juta tahun. Sambil melontarkan massa dengan besaran ribuan kali massa matahari, Achernar berotasi dengan kecepatan mencapai 225 hingga 300 kilometer per detik sehingga membuatnya tergolong sebagai bintang “Be” (B-emission), dimana ia dilingkupi oleh emisi sirkumstelar (circumstellar emission, CSE) – gas yang melingkupi bintang – yang terus berekspansi akibat massa yang terlontar dari bintang tersebut. Sebagai bintang bermassa besar yang usianya masih sangat muda, Achernar berotasi dengan sangat cepat, dengan periode rotasi hanya dalam hitungan jam.
Achernar juga merupakan bagian dari kelas bintang yang ganjil, Lambda Eridani, yang beranggotakan bintang-bintang yang menunjukkan variasi kecerlangan yang kecil namun sangat teratur (dengan periode 1,25 hari) yang mungkin disebabkan oleh adanya denyutan atau oleh rotasi dan keberadaan bintik gelap (seperti sunspotpada matahari kita). Walaupun Achernar adalah bintang yang masif, ia masih cukup muda untuk melakukan reaksi fusi hidrogen menjadi helium pada intinya, dan ukurannya mungkin cukup kecil untuk kelak berevolusi menjadi bintang kerdil putih semacam Sirius B.
Pada Juli 2003, suatu tim astronom dari European Southern Observatory(ESO) yang beranggotakan Armando Domiciano de Souza, Lyu Abe, Farrokh Vakili, Pierre Kervella, Slobodan Jankov, Emmanuel DiFolco, dan Francesco Paresce mengumumkan bahwa Achernar lebih pepat (datar pada kutub-kutubnya) ketimbang yang sebelumnya diprediksikan, dengan radius pada ekuator lebih dari 50 persen lebih besar daripada kutubnya. Berdasarkan penelitian tim ini, besaran angular pada profil eliptik Archenar adalah 0,00253 ± 0,00006 detik busur (major axis) dan 0,00162 ± 0,00001 detik busur (minor axis). Pada jarak yang terukur, radius bintang pada ekuator diperkirakan sekitar 12 ± 0.4 kali matahari sementara batas atas (upper value) radius pada kutub diperkitakan sekitar 7,7 ± 0,2 kali matahari, atau sekitar 8,4 dan 5,4 juta kilometer. Tim ESO memperkirakan bahwa batas atas tersebut bergantung pada sudut inklinasi (kemiringan) dari sumbu kutub bintang tersebut terhadap garis pandang dari Bumi, sehingga ukuran sebenarnya mungkin lebih kecil.
Di sisi lain, bentuk semacam Archenar tidak dapat direproduksi melalui model interior bintang yang umum, kecuali apabila ada fenomena lain yang ikut ambil bagian, termasuk sirkulasi meridional di permukaan (“aliran utara-selatan”) dan rotasi yang tidak seragam pada kedalaman yang berbeda pada bintang ini. Salah satu efek samping dari kepepatan yang ekstrim pada bintang ini adalah tingginya tingkat kehilangan massa dari permukaan, yang juga turut diperbesar oleh rotasinya yang sangat kencang melalui efek sentrifugal.
Berdasarkan intensitas radiasi ultravioletnya yang tinggi, jarak dari Achernar dimana planet setipe Bumi dapat membentuk, lengkap dengan keberadaan air dalam bentuk cair, adalah antara 54 hingga 73 AU, atau diluar orbit Pluto di tata surya kita. Dalam jarak sedemikian dari bintang induknya, suatu planet akan memiliki periode orbit antara 160 hingga 260 tahun Bumi. Apabila ada kehidupan di planet setipe Bumi yang mengorbit Achernar, itu mestilah organisme primitif bersel satu, bakteri anaerobik (tidak menghasilkan oksigen), dibawah bombardemen yang konstan dari meteorit dan komet, seperti yang pernah dialami Bumi pada satu miliar tahun pertama terbentuknya. Karena ketiadaan oksigen, maka planet itu mungkin tidak memiliki lapisan Ozon (O3), meskipun Achernar melepaskan sejumlah besar radiasi (khususnya ultraviolet) ketimbang matahari. Para astronom mungkin akan kesulitan untuk mendeteksi keberadaan planet seukuran Bumi di sekeliling Achernar apabila menggunakan metode yang dikenal saat ini.

0 komentar:

Posting Komentar