Hampir semua candi di Indonesia dibangun dengan orientasi arah hadap
Timur dan Barat.
Candi-candi yang pintu masuknya berada di sisi Timur,
umumnya berlokasi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dikenal sebagai langgam
Jawa Tengah. Sementara candi-candi yang pintu masuknya berada di sisi
Barat, umumnya berlokasi di Jawa Timur dan luar Jawa, dikenal sebagai
langgam Jawa Timur.
Mengapa candi-candi itu berorientasi ke Timur dan Barat, tentulah
disesuaikan dengan falsafah masyarakat waktu itu. Kemungkinan besar, hal
itu didasarkan atas terbit dan terbenamnya matahari. Matahari yang
dianggap sebagai “penguasa” kosmos, memang terbit di Timur dan terbenam
di Barat.
Seberapa jauh hubungan pembangunan candi dengan konsep astronomi,
pernah diteliti oleh seorang arkeolog Indonesia, Eadhiey Laksito Hapsoro
(1986). Penelitian yang dilakukan Eadhiey didasarkan atas perhitungan
gerak bulan dan matahari. Tujuannya adalah untuk mengetahui kronologi
candi, lebih tepatnya masa pendirian sebuah candi.
Banyak candi di Indonesia memang belum memiliki tarikh. Kalaupun ada,
biasanya dihubungkan dengan peresmiannya, bukan dengan masa awal
pembangunannya. Sejumlah candi diperkirakan mempunyai kaitan dengan
prasasti, terutama prasasti yang ditemukan di dekat lokasi candi.
Dalam penelitiannya itu, Eadhiey mengambil contoh enam buah candi di
Jawa Tengah, yaitu Candi Gunung Wukir (dihubungkan dengan prasasti
Canggal, bertarikh 732 Masehi), Candi Kalasan (Kalasan, 778), Candi Sewu
(Kelurak, 782), Candi Pawon (Karangtengah atau Kayumwungan, 824), Candi
Prambanan (Siwagerha, 856), dan Candi Mendut (Karangtengah atau
Kayumwungan, 824).
Astronomi
Candi adalah bangunan suci agama Hindu dan Buddha yang sangat dipengaruhi kebudayaan India. Karena itu konsep-konsep yang digunakan untuk membangun candi juga berpatokan pada kitab-kitab kuno India, di antaranya Manasara. Salah satu aturan yang tidak boleh dilanggar adalah candi harus diorientasikan ke matahari, khususnya saat bersatunya dengan bulan. Jadi bukan saat bulan mati, yakni ketika bulan tidak terlihat dari bumi. Menurut filosofi kuno, pertautan matahari dengan bulan melambangkan saat terciptanya alam semesta.
Berbagai penelitian di Indonesia sejak 1920-an hingga 1950-an
menyimpulkan bahwa candi-candi dibangun secara garis besar sesuai dengan
ketentuan kitab Manasara. Sekaligus hal itu menunjukkan bahwa pembuatan
candi memang dilakukan berdasarkan konsep astronomi.
Berdasarkan data Gerak Rotasi, Gerak Revolusi, dan Gerak Inklinasi
yang dilakukan bumi dan bulan terhadap matahari, maka menurut Eadhiey,
“Bila setiap candi di Jawa dibangun berdasarkan orientasi ke matahari,
secara teoretis bisa diselidiki tanggal pendiriannya lewat penentuan
posisi matahari yang sesuai dengan arah hadap candi itu”.
Untuk keperluan itu, Eadhiey membuat tabel yang berisi keterangan
tentang posisi matahari setiap jam setiap hari selama ratusan tahun.
Karena enam candi yang diteliti berasal dari masa tahun 732 hingga 856,
maka tabel kalender astronominya dibatasi tahun 700 hingga 860.
Data yang dikumpulkan berupa letak Lintang dan Bujur, arah hadap,
azimut candi, azimut matahari, dan tinggi matahari dari masing-masing
candi. Setelah itu data diproses melalui program komputer. Hasilnya
berupa tanggal, bulan, dan tahun yang dapat dianggap sebagai saat awal
pembangunan candi. Ternyata data yang keluar lebih dari satu, kecuali
Candi Mendut yang tidak keluar karena tidak berorientasi ke matahari
(lihat tabel, hanya disajikan tahunnya).
Secara logika, memang hasil penghitungan Eadhiey masuk akal. Tarikh
yang keluar adalah jauh sebelum tanggal tarikh prasasti. Sekarang yang
menjadi masalah, bilamanakah candi-candi itu mulai dibangun? Taruhlah
Candi Gunung Wukir, apakah candi itu dibangun tahun 719 atau 726
sebagaimana hasil tadi?
Kalau mendasarkan pada perhitungan tersebut, tergambar Candi Gunung
Wukir dibangun selama 6-13 tahun, Candi Kalasan selama 12-20 tahun,
Candi Sewu selama 1-34 tahun, Candi Pawon selama 34-56 tahun, dan Candi
Prambanan selama 18-51 tahun. Dari kemungkinan tersebut, hanya Candi
Pawon yang dirasa agak janggal karena bentuk candinya kecil. Tentu
terlalu lama kalau untuk membangun candi kecil saja membutuhkan waktu
puluhan tahun.
Ataukah memang Candi Pawon dibangun dan dirombak berkali-kali karena
si pemilik kurang sreg dengan bangunan yang sudah ada? Persoalan lainnya
adalah mungkinkah pekerja di Candi Pawon hanya berjumlah sedikit
sehingga memerlukan waktu begitu lama? Kita patut mempertanyakan pula,
apakah prasasti yang digunakan benar-benar berhubungan dengan candi
tersebut?
Sebenarnya, teka-teki serupa pernah terjadi pada piramida di Mesir.
Pada tahun 300 sejarawan Yunani, Herodotus, menyatakan bahwa pembangunan
piramida membutuhkan 100.000 budak. Kemudian sebuah percobaan dilakukan
pada 1970-an oleh ilmuwan-ilmuwan Barat untuk membuktikan teori
Herodotus itu. Dengan memakai teknik dan peralatan pada masa itu,
seperti yang digambarkan pada ukiran di dinding piramida, mereka
melakukan kalkulasi bahwa pembangunan piramida hanya memerlukan 40.000
pekerja dalam waktu 10 tahun (Arkeologi, Paul Deveruex, hal. 25). Cara
perhitungannya antara lain menghitung jumlah batu, menimbang berat batu,
dan menghitung luas piramida.
Tentunya, dengan memperbandingkan candi dengan piramida, maka kita
akan mengetahui berapa banyak pekerja candi dan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu candi. Sebaiknya, uji coba seperti
itu bisa dilakukan di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar