Hari ini, Rabu (29/2/2012), merupakan hari istimewa dalam
penanggalan Masehi. Keistimewaan itu terletak pada tanggalnya, 29
Februari. Tanggal ini hanya muncul satu kali dalam rentang empat tahun
atau delapan tahun. Ini menandakan tahun 2012 adalah tahun kabisat.
Cikal
bakal kalender Masehi yang digunakan saat ini berasal dari kalender
Julian yang diperkenalkan sejak masa Julius Caesar pada tahun 46
sebelum Masehi atas bantuan astronom asal Aleksandria, Sosigenes.
Dalam
kalender Julian, satu tahun didefinsikan sebagai waktu yang diperlukan
Bumi untuk mengelilingi Matahari, yaitu selama 365,25 hari. Karena
sulit dan tidak praktis mengubah tahun pada seperempat hari, maka satu
tahun dibulatkan menjadi 365 hari.
”Tahun yang memiliki jumlah
365 hari disebut tahun basit atau tahun pendek,” kata ahli kalender
dari Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung, Moedji
Raharto, Selasa (28/2).
Sisa 0,25 hari digabung menjadi satu
hari penuh yang ditambahkan pada Februari tahun keempat. Itulah
sebabnya Februari yang biasanya hanya memiliki 28 hari setiap empat
tahun menjadi 29 hari.
Penambahan satu hari pada tahun keempat
inilah yang kemudian membuat setiap angka tahun yang habis dibagi empat
disebut tahun kabisat atau tahun panjang karena memiliki 366 hari.
Tidak tepat
Ternyata
waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari tidak tepat
365,25 hari atau 365 hari 6 jam seperti yang ditetapkan dalam kalender
Julian. Waktu yang tepat adalah 365,242199 hari atau 365 hari 5 jam 48
menit 46 detik.
”Astronom pada masa itu belum bisa menentukan waktu revolusi Bumi hingga detail,” ujar Moedji.
Waktu
Bumi mengelilingi Matahari ini didasarkan atas waktu yang ditempuh
Matahari seolah-olah mengelilingi Bumi dari titik Aries hingga kembali
ke titik Aries lagi. Ini disebut sebagai satu tahun tropis.
Matahari
berada di titik Aries ditetapkan terjadi pada 21 Maret. Tanggal ini
menjadi tanda datangnya musim semi di belahan Bumi utara atau tibanya
musim gugur di belahan Bumi selatan.
Penghitungan yang tidak
tepat ini membuat setiap satu tahun terjadi kekurangan 11 menit 14
detik. Dalam jangka pendek, kekurangan ini tidak menimbulkan masalah
pada kalender yang digunakan. Namun, jika kalender digunakan hingga
ribuan tahun, kekurangan ini menjadi sangat terasa.
Dalam 1.000
tahun, hari bergerak 7,8 hari lebih cepat dibandingkan semestinya. Ini
ditandai dengan lebih cepatnya Matahari tiba di titik Aries dari hasil
penghitungan dibandingkan kondisi sebenarnya.
Hal lain yang dirasakan akibat ketidaktepatan ini adalah musim semi yang datang lebih awal dari 21 Maret sesuai ketetapan.
Majunya
waktu ini juga memengaruhi berbagai kegiatan keagamaan yang tidak
tepat, seperti dalam penentuan hari raya keagamaan yang memiliki aturan
khusus. Ini sangat bertentangan dengan tujuan dibuatnya kalender, yaitu
untuk menentukan waktu dilaksanakannya berbagai kegiatan keagamaan dan
penanda musim.
Reformasi
Kondisi ini
membuat Paus Gregorius XIII pada 1582 Masehi membarui kalender Julian.
Ketentuan tahun kabisat tidak hanya angka tahun yang habis dibagi 4,
tetapi juga harus habis dibagi 400 untuk tahun abad (tahun yang
merupakan kelipatan angka 100).
Ini membuat tahun 1800 atau 1900
yang dalam kalender Julian disebut tahun kabisat setelah ketentuan
baru ini tidak lagi disebut tahun kabisat. Namun, tahun 1600 dan 2000
masih disebut tahun kabisat.
Ini akan membuat orang yang lahir
pada 29 Februari, perayaan ulang tahunnya tidak hanya akan jatuh tepat
empat tahun sekali, tetapi bisa juga delapan tahun sekali, seperti
antara 29 Februari 2096 dan 29 Februari 2104. Hal ini karena tahun 2100
bukan tahun kabisat.
Reformasi ini berhasil mengurangi kesalahan
penghitungan kumulatif hari. ”Jika dalam kalender Julian terjadi
kesalahan 78 hari dalam 10.000 tahun, setelah direformasi kesalahannya
tinggal 3 hari dalam 10.000 tahun,” ungkap Moedji.
Selain
mengeluarkan aturan baru tahun kabisat, Paus Gregorius XIII juga
memotong 10 hari pada Oktober 1582. Hal ini dilakukan untuk
mengembalikan kalender agar bersesuaian kembali dengan musim yang
terjadi.
Pemotongan ini membuat tanggal 4 Oktober 1582 langsung
dilanjutkan dengan tanggal 15 Oktober 1582. Artinya, dalam sejarah
kalender Masehi, tidak pernah ada tanggal 5 Oktober sampai 14 Oktober
1582.
Penghapusan ini mirip dengan yang dilakukan Pemerintah
Samoa dan Tokelau di Pasifik Selatan yang menghapus tanggal 30 Desember
2011 untuk menyesuaikan dengan waktu di Selandia Baru dan Australia.
Penghapusan ini membuat 29 Desember di negara itu langsung dilanjutkan
dengan tanggal 31 Desember 2011.
Pembaruan yang dilakukan Paus
Gregorius XIII ini membuat sistem penanggalan ini dinamakan kalender
Gregorian. Meski demikian, sistem ini tidak langsung diterapkan di semua
negara. Rusia, China, Yunani, ataupun Turki baru mengakomodasi
kalander ini pada awal abad ke-20.
Belum pas
Meski
sudah dikoreksi, kalender Gregorian masih mengandung salah, yaitu tiga
hari dalam 10.000 tahun. Kesalahan ini terjadi karena dalam satu tahun
kalender Gregorian jumlah harinya masih 365,2425 hari. Ini berbeda
sedikit dengan waktu dalam satu tahun tropis yang mencapai 365,242199
hari.
Ketidaktepatan ini disebabkan adanya gerak presesi atau
gerak sumbu rotasi Bumi sembari mengelilingi Matahari. Gerak presesi
membuat posisi titik Aries bergeser 50,2 detik busur per tahun ke arah
barat dari koordinat langit.
”Untuk membuat kalender dengan
jumlah hari yang tepat dengan satu tahun tropis tidaklah mudah. Banyak
hal yang harus diperhatikan, baik dari sisi kepraktisan kalender untuk
digunakan maupun idealisme sistem kalender itu sendiri,” kata Moedji.
0 komentar:
Posting Komentar